Saham merupakan komoditi investasi yang tergolong berisiko tinggi, karena sangat peka terhadap perubahan-perubahan yang terjadi, baik secara politik, ekonomi, moneter, dalam dan luar negeri maupun yang lainnya. Perubahan-perubahan itu dapat berdampak positif dan dapat juga berdampak negatif.
Dengan melakukan investasi pada surat berharga, pemilik modal berharap mendapatkan keuntungan, masyarakat dapat merasakan keberhasilan dari perusahaan melalui pembagian dividen dan peningkatan harga saham yang diharapkan. Hal yang pasti terjadi di pasar modal, terkadang potensi keuntungan yang didapat bisa saja berbalik menjadi sebuah kerugian yang tidak diduga sebelumnya. Dunia pasar modal tidak lepas dari potensi adanya fenomena return dan risk. Kemampuan dan kejelian dalam mengelola hal tersebut merupakan seni tersendiri dari investasi.
Harga saham merupakan harga suatu saham yang terjadi di pasar bursa yang ditentukan oleh pelaku pasar, permintaan dan penawaran saham yang bersangkutan di pasar modal (Hartono, 2008). Salah satu indikator pengelolaan perusahaan dapat dilihat dari harga saham perusahan.
Menurut Sutrisno (2005), ada dua pendekatan untuk melakukan analisis investasi yang berkaitan dengan harga saham yaitu:
1. Analisis Fundamental
Analisis fundamental merupakan pendekatan analisis harga saham yang menitikberatkan pada kinerja perusahaan yang mengeluarkan saham dan analisis ekonomi yang akan mempengaruhi masa depan perusahaan.
2. Analisis Teknikal
Analisis teknikal adalah pendekatan investasi dengan cara mempelajari data historis dari harga saham serta menghubungkannya dengan trading volume yang terjadi dan kondisi ekonomi pada saat itu.
Faktor fundamental merupakan faktor yang berbasis pada berbagai data riil untuk mengevaluasi atau memproyeksi nilai suatu saham. Data atau indikator yang digunakan dapat berupa pendapatan, laba, pertumbuhan penjualan, imbal hasil atau pengembalian atas ekuitas (return on equity), margin laba (profit margin), atau data keuangan lainnya.
Perkembangan pasar modal Indonesia perlu pemahaman dan pengetahuan yang cukup untuk dapat mengerti bagaimana perkembangan investasi saham dipasar modal Indonesia, maka penulis ingin melakukan penelitian mengenai analisis faktor fundamental terhadap harga saham. Walaupun disadari bahwa faktor fundamental itu sangat luas cakupannya tidak saja meliputi kondisi internal perusahaan, seperti data laporan keuangan tetapi juga kondisi fundamental makro ekonomi yang berada diluar kendali perusahaan. Oleh karena itu, penelitian ini dibatasi hanya menganalisis faktor fundamental yang ada dalam internal perusahaan dari aspek performance financial.
Faktor fundamental perusahaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan earning per share (EPS) yang menggambarkan profitabilitas perusahaan yang tergambar pada setiap lembar saham, debt to equity ratio (DER) digunakan untuk melihat perbandingan antara hutang – hutang dan ekuitas dalam pendanaan perusahaan yang menunjukkan kemampuan modal sendiri, perusahaan untuk memenuhi seluruh kewajibannya, ukuran perusahaan (firm size) yaitu rata–rata total penjualan bersih untuk tahun yang bersangkutan sampai beberapa tahun.
Diantara banyaknya perusahaan yang telah go public dan telah terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI), salah satunya adalah perusahaan manufaktur khususnya pada sektor industri dasar dan kimia (basic industry and chemicals). Perusahaan basic industry and chemicals tergolong ke dalam 8 subsektor, diantaranya adalah Semen; Keramik, Kaca dan Porselen; Logam dan sejenisnya; Kimia; Plastik dan Kemasan; Pakan Ternak; Kayu dan Pengolahannya; Pulp dan Kertas.
Alasan obyek penelitian ini pada perusahaan industri dasar dan kimia (basic industry and chemicals) karena perusahaan tersebut hampir tidak terpengaruh oleh fluktuasi perekonomian melainkan perusahaan tersebut akan tetap eksis dan bertahan, disebabkan oleh produk yang dihasilkannya. Karena permintaan akan produk yang dihasilkan perusahaan tersebut akan tetap stabil walaupun ada suatu penurunan tidak berpengaruh terhadap aktivitas perusahaan dalam menghasilkan laba yang optimal.
Rata-rata pertumbuhan industri kimia dasar tahun ini diperkirakan naik mengikuti prediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia sekitar 6%-7%. Managing Director Federasi Industri Kimia Indonesia, Kusuma, mengatakan kenaikan ini akan didorong oleh kenaikan kebutuhan bahan kimia dari masing-masing sektor industri. Misalnya seperti industri plastik yang diperkirakan naik 8% dan semen yang diproyeksi naik 10% hingga 14% (www.bisnis.com).
Berikut adalah perkembangan harga saham dan rasio keuangan perusahaan basic industry and chemicals yang banyak dikenal oleh masyarakat. Semakin tinggi nilai EPS maka akan semakin besar laba yang diperoleh perusahaan dan jumlah dividen yang diterima oleh investor akan meningkat yang mengakibatkan semakin banyak investor yang mau membeli saham tersebut sehingga menyebabkan harga saham akan tinggi (Dharmastuti, 2004). Pada tahun 2008 PT. JAPFA Comfeed Indonesia, Tbk mengalami penurunan nilai EPS yang juga mengakibatkan turunnya harga saham. Begitu pula halnya yang terjadi pada PT. Holcim Indonesia, Tbk di tahun 2011. Namun tidak demikian halnya pada PT. Lion Metal Works, Tbk dan PT. Indocement Tunggal Prakasa, Tbk. Pada tahun 2010 nilai EPS PT. Lion Metal Works, Tbk menurun dari Rp 727 menjadi Rp 646, tetapi harga saham pada tahun tersebut justru mengalami peningkatan dari Rp 2558,33 menjadi Rp 2979,17. Hal tersebut juga terjadi pada PT. Indocement Tunggal Prakasa, Tbk yang nilai EPSnya mengalami peningkatan setiap tahunnya, tetapi pada tahun 2008 dan 2011 harga saham perusahaan tersebut menurun dari Rp 6400 menjadi Rp 5804,17 dan Rp 15987,5 menjadi Rp 15691,7.
Jika DER perusahaan tinggi, maka akan semakin besar perusahaan menggunakan hutang untuk membiayai perusahaan dan ada kemungkinan harga saham perusahaan akan rendah karena jika perusahaan memperoleh laba, perusahaan cenderung untuk menggunakan laba tersebut untuk membayar hutangnya dibandingkan dengan membagi dividen (Dharmastuti, 2004). Namun tidak demikian halnya pada PT. Holcim Indonesia, Tbk dan PT. Indocement Tunggal Prakasa, Tbk. Setiap tahunnya, nilai DER pada kedua perusahaan tersebut terus mengalami penurunan, tetapi pada tahun 2008 harga saham PT. Holcim Indonesia, Tbk juga menurun dari Rp 1031,67 menjadi Rp 995,83, dan PT. Indocement Tunggal Prakasa, Tbk mengalami penurunan harga saham di tahun 2008 dan 2011 dari Rp 6400 menjadi Rp 5804,17 dan Rp 15987,5 menjadi 15691,7. Pada tahun 2008, nilai DER pada PT. Lion Metal Works, Tbk mengalami peningkatan dari 0,25 menjadi 0,27 tetapi harga sahamnya justru meningkat setiap tahunnya. Sedangkan tahun 2008, nilai DER PT. JAPFA Comfeed Indonesia, Tbk menurun dari 4,85 menjadi 3,9 tetapi harga sahamnya juga menurun dari Rp 636,25 menjadi Rp 587,92. Sebaliknya, ketika nilai DER meningkat dari 3,9 menjadi 4 pada tahun 2009, harga sahamnya juga mengalami peningkatan dari Rp 587,92 menjadi Rp 771,67.
Semakin besar ukuran suatu perusahaan maka total aset perusahaan akan semakin tinggi dan dividen yang dibagikan kepada pemegang saham pun akan semakin besar. Hal ini dapat menyebabkan saham perusahaan tetap menarik bagi pemegang saham yang menyebabkan saham tersebut mampu bertahan pada harga yang tinggi. Sedangkan jika ukuran perusahaan kecil maka harga saham perusahaan tersebut akan semakin rendah (Solfida, 2008). Hal itu dapat dilihat pada PT. Lion Metal Works, Tbk yang setiap tahunnya mengalami peningkatan ukuran perusahaan yang diiringi dengan peningkatan harga saham. Namun tidak demikian halnya pada PT. JAPFA Comfeed Indonesia, Tbk dan PT. Indocement Tunggal Prakasa, Tbk. Ukuran perusahaan pada kedua perusahaan tersebut terus meningkat, tetapi harga saham pada tahun 2008 PT. JAPFA Comfeed Indonesia, Tbk justru mengalami penurunan dari Rp 636,25 menjadi Rp 587,92. Hal tersebut juga terjadi pada PT. Indocement Tunggal Prakasa, Tbk dimana pada tahun 2008 dan 2011 harga saham perusahaan tersebut menurun dari Rp 6400 menjadi Rp 5804,17 dan Rp 15987,5 menjadi Rp 15691,7. dan Rp 6400 menjadi Rp 5804,17. Sedangkan ukuran perusahaan PT. Holcim Indonesia, Tbk dari tahun 2007-2009 terus mengalami peningkatan tetapi harga saham tahun 2008 justru menurun dari Rp 1031,67 menjadi Rp 995,83. Sebaliknya, ketika ukuran perusahaannya menurun dari 8,94 menjadi 8,89 di tahun 2009, tetapi harga sahamnya mengalami peningkatan dari Rp 1099,17 menjadi Rp 2172,92.
Berdasarkan uraian dan permasalahan yang telah dijelaskan sebelumnya, maka perlu dilakukan penelitian dengan judul “Analisis Faktor Fundamental Yang Mempengaruhi Harga Saham Pada Perusahaan Basic Industry And Chemicals Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia”
Jumat, 17 April 2015
Skripsi Manajemen