Secara resmi, Komisi Pemberantasan Korupsi secara resmi dibentuk oleh pemerintah pada bulan Desember Tahun 2003 dengan berdasarkan Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Tugas utama yang harus dilakkan oleh KPK adalah melakukan koordinasi dengan instansi yang berwenang untuk melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi serta melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara. Komisi Pemberantasan Korupsi ini pun memberi ruang yang sangat luas kepada masyarakat agar ikut berpartisipasi aktif mengawasi, mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi sehingga KPK pun bekerjasama dengan lembaga-lembaga publik, kemasyarakatan, sosial dan swadaya masyarakat lainnya yang disertai dengan perumusan peran masing-masing dalam upaya pemberantasan korupsi.
Pada masa sekarang ini tentu perlu adanya dukungan terhadap KPK selaku lembaga yang mengontrol kasus-kasus yang terjadi, terutama di Lampung. Dukungan terhadap KPK datang dari sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang sudah cukup lama mengikuti dan mengawasi segala tindakan yang berbau Korupsi di Lampung. LSM Komite Anti Korupsi (KoAK) yang ada di Lampung ini sedang gencar-gencarnya mengawasi dan menumbuhkan kesadaran masyarakat terhadap pendidikan anti korupsi yang mulai diterapkan dengan harapan semakin bertambahnya masyarakat yang sadar akan bahaya korupsi. Saat ini LSM KoAK sedang mengawasi dan mengontrol serta berusaha menyadarkan kesadaran para wali murid terhadap peredaran dan transparansi dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Seperti yang diketahui Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mengamanatkan bahwa setiap warga negara yang berusia 7-15 tahun wajib mengikuti pendidikan dasar. Pasal 34 ayat 2 menyebutkan bahwa Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya, sedangkan dalam ayat 3 menyebutkan bahwa wajib belajar merupakan tanggung jawab negara yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat. Konsekuensi dari amanat undang-undang tersebut adalah Pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan pendidikan bagi seluruh peserta didik pada tingkat pendidikan dasar (SD dan SMP) serta satuan pendidikan lain yang sederajat. Program Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang dimulai sejak bulan Juli 2005, telah berperan secara signifikan dalam percepatan pencapaian program wajar 9 tahun. Oleh karena itu, mulai tahun 2009 pemerintah telah melakukan perubahan tujuan, pendekatan dan orientasi program BOS, dari perluasan akses menuju peningkatan kualitas.
Melalui program BOS, sekolah dituntut kemampuannya untuk dapat merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi serta mempertanggungjawabkan pengelolaan biaya-biaya pendidikan tersebut secara transparan kepada masyarakat dan pemerintah. Pengelolaan pembiayaan pendidikan akan berpengaruh secara langsung terhadap kualitas sekolah, terutama berkaitan dengan sarana prasarana dan sumber belajar. Banyak sekolah yang tidak dapat melakukan kegiatan belajar mengajar secara optimal, hanya karena masalah keuangan, baik untuk menggaji guru maupun untuk pengadaan sarana prasarana pembelajaran.
Berkaitan dengan pelaksanaan dana BOS, pada tahun 2012 pemerintah pusat dan DPR mengalokasikan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) sebesar Rp 27,6 triliun untuk jenjang pendidikan dasar (sumber: majalah sapu lidi edisi Januari 2013) . Dana BOS ini merupakan bagian program pemerintah untuk menuntaskan wajib belajar sembilan tahun dan telah digulirkan sejak tahun 2005. Memasuki tahun ketujuh, penyaluran dan penggunaan dana BOS masih mengalami berbagai permasalahan baik dalam penyaluran maupun penggunaannya Pada tahun 2012 Dana
Bantuan Operasional Sekolah (BOS) mengalami perubahan mekanisme penyaluran dan. Pada tahun anggaran 2011 penyaluran dana BOS dilakukan melalui mekanisme transfer ke daerah kabupaten/kota dalam bentuk Dana Penyesuaian untuk Bantuan Operasional Sekolah, mulai tahun anggaran 2012 dana BOS disalurkan dengan mekanisme yang sama tetapi melalui pemerintah provinsi. Bantuan Operasional Sekolah sendiri merupakan bantuan pemerintah pusat kepada seluruh SD/MI dan SMP/MTs se-Indonesia, baik negeri maupunswasta. Bantuan ini diberikan kepada siswa melalui sekolah yang langsung ditrasfer ke rekening sekolah masing-masing. Bantuan tersebut diharapkandapat mengurangi atau bahkan menghapus biaya pendidikan yang selama ini diberikan kepada masyarakat.Seperti yang diamanatkan oleh UUD 1945, yang mengupayakan anggaran pendidikan segera mencapai 20 % dari total APBN/APBD. Pengelolaan dan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) merupakan informasi terbuka. Masyarakat, khususnya wali murid berhak mengetahui penggunaan dana BOS yang dilakukan oleh pihak sekolah. Namun yang terjadi adalah para wali murid di setiap sekolah merasa takut untuk meminta keterangan penggunaan dana BOS tersebut yang merupakan hak mereka sendiri. Kesadaran akan hak mereka ini tentu juga menjadi pekerjaan rumah bagi LSM atau Instansi yang berusaha menegakkan dan meningkatkan akan kesadaran tersebut. Banyak wali murid di Bandar Lampung khususnya tidak mengetahui akan hak mereka untuk mendapatkan informasi terhadap peredaran dan pengalokasian dana BOS yang dikeluarkan oleh pemerintah kepada sekolah-sekolah tempat anak mereka menuntut ilmu. Ketidakpahaman mereka inilah yang menggugah LSM KoAK untuk melakukan beberapa program yang diharapkan akan menambah pengetahuan para wali murid akan haknya. Para wali murid tersebut sesungguhnya dilindungi oleh Undang-Undang No. 14 tahun 2008 tentang keterbukaan informasi publik.
Berbagai macam program telah dilakukan KoAK terkait permasalahan dana BOS tersebut. Program-program tersebut bukannya tanpa hambatan, berbagai hambatan dalam akses masuk ke sekolah guna menggali informasi juga dialami oleh LSM KoAK seperti pihak sekolah yang masih bersikeras merasa sah dalam melakukan pungutan karena adanya persetujuan para orang tua siswa melalui rapat komite sekolah. Hal tersebut menurut peneliti akan menghambat program KoAK dalam mewujudkan transparansi pengelolaan dana BOS.
Program yang dilakukan KoAK saat ini adalah yang kedua kalinya setelah program assistensi dan pendampingan dalam pembuatan RKAS dan juga menentukan RAPBS mengalami hambatan. Kurangnya partisipasi dalam program pertama KoAK akhirnya melahirkan program lanjutan yaitu dengan mengadvokasi wali murid terkait hak mereka untuk mengetahui informasi dana BOS selaku informasi publik.
Pada penelitian ini, penulis tertarik untuk meneliti bagaimana cara dan usaha serta menganalisa strategi advokasi yang digunakan oleh LSM KoAK dalam mewujudkan transparansi dana BOS dan kesadaran para wali murid akan hak mereka yang dilindungi oleh UU. No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Penelitian ini dilakukan pada SDN 1 Langkapura dan SMPN 10 Bandar Lampung karena pada kedua sekolah tersebut terdapat pungutan sukarela namun bersifat wajib, maksudnya adalah penggantian nama uang komite sekolah menjadi sumbangan sukarela namun pada praktiknya jumlah uang yang akan disumbangkan sudah ditentukan terlebih dahulu, artinya sudah tidak sukarela lagi, hal ini tidak seharusnya terjadi karena biaya operasional sekolah tersebut sudah dibantu dengan BOS sehingga menimbulkan kecurigaan dana BOS yang dipakai itu memang benar kurang atau dialokasikan kurang transparan. Berdasarkan majalah sapu lidi edisi Januari 2013 yang diterbitkan oleh KoAK juga menyebutkan masih adanya perlakuan diskriminatif dan masih adanya pungutan berupa pembelian Lembar Kerja Siswa (LKS) yang seharusnya tidak diperbolehkan lagi. Banyak pendekatan-pendekatan dan juga metodelogi yang digunakan LSM KoAK dalam memperlancar tugas pengabdian mereka kepada masyarakat.
Penelitian ini juga menggambarkan bagaimana prinsip dan teori clean governance digunakan dalam mewujudkan tata kelola kepemerintahan yang baik. Pada konteks penelitian ini adalah bagaimana pihak sekolah yang menerima bantuan dana dari pemerintah pusat dapat menggunakan dan memenejemen keuangan tersebut dengan berdasarkan pada prinsip clean governance yaitu transparansi penggunaan dana BOS.
Penelitian ini bukan menjadi penelitian pertama yang berbicara mengenai permasalahan dana BOS. Terdapat penelitian sebelumnya yang juga meneliti tentang alokasi dana BOS dengan judul “Evaluasi pemanfaatan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) pada kegiatan pembelajaran di SD Impres Tamajane Kota Makassar” dengan penulis Siti Rahmawati Arfah Alumnus Universitas Hassanudin tahun 2012.
Adanya beberapa perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian ini adalah pada penelitian sebelumnya, peneliti hanya berfokus pada bagaimana mengevaluasi pemanfaatan dana BOS terhadap kelangsungan belajar pada SD Impres Tamajene di Kota Makassar, sedangkan pada penelitian ini bertujuan pada bagaimana dana BOS tersebut dapat dialokasikan secara transparan dan akuntabel sesuai dengan prinsip-prinsip penyaluran dan penggunaan dana BOS. Penelitian ini menganalisa bagaimana strategi advokasi yang dilakukan oleh LSM KoAK guna mewujudkan alokasi dana BOS yang transparan.
Penelitian ini sangat penting, karena transparan merupakan salah satu prinsip yang harus ditegakkan dalam pengalokasian dana BOS tersebut. Strategi advokasi yang dilakukan LSM KoAK diharapkan akan menjadi cikal bakal peran serta masyarakat dalam mewujudkan Indonesia bebas dari Korupsi.