Skripsi Ilmu Pemerintahan-POLA PEMBINAAN DINAS SOSIAL DALAM MENAGGULANGI ANAK JALANAN DI KOTA BANDAR LAMPUNG

Krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak pertengahan tahun 1997 telah membawa dampak yang luas bagi masyarakat sampai saat ini. Pertumbuhan ekonomi merosot hingga minus 20% mengakibatkan turunnya berbagai indikator kesejahteraan masyarakat. Salah satu indikatornya adalah tingkat pendapatan perkapita yang tidak mengalami peningkatan bahkan cenderung menurun. Hal ini menimbulkan dampak kehampir seluruh sendi kehidupan, termasuk meningkatnya masalah sosial. Salah satunya adalah meningkatnya jumlah masyarakat penyandang masalah sosial di daerah perkotaan.

Keadaan ini ditambah parah dengan munculnya permasalahan kependudukan. Tingginya tingkat perpindahan penduduk dari desa ke kota yang tidak dibekali oleh kemampuan dan potensi diri yang cukup akan tersisihkan dan harus mencari jalan keluar dari permasalahannya dengan melakukan berbagai cara. Hal itu juga yang memicu timbulnya salah satu permasalahan kependudukan di kota-kota besar, termasuk di Kota Bandar Lampung.

Bagian dari kalangan masyarakat penyandang masalah sosial adalah anak-anak. Berbagai macam klasifikasi telah ikut menempati posisi ini yakni anak  jalanan, anak balita terlantar, anak terlantar, gelandangan, dan pengemis. Melihat dari segi kehidupan anak penyandang permasalahna sosial ini, anak jalanan menempati posisi pertama yang layak diperhatikan bagi penulis. Dasarnya adalah anak jalanan merupakan anak penyandang masalah sosial yang paling mudah ditemukan dan ini berarti mereka lebih fenomenal serta berdampak langsung terhadap kepentingan umum.

Anak jalanan merupakan anak-anak berumur 6-18 th yang beraktivitas dijalan minimal 4jam/hari. Jenis aktivitas yang dilakukan oleh anak jalanan ini berupa pedagang koran, mengemis, mengamen, pedagang plastik dipasar, pedagang asongan, penyemir sepatu, ojek payung, dan sebaginya. Adapun klasifikasi anak jalanan yaitu :

  1. Tipe 1: anak jalanan bekerja dijalan, bersekolah, kembali kerumah, dan masih memiliki orang tua.
  2. Tipe 2: anak jalanan bekerja dijalan, tidak bersekolah, jarang kembali kerumah dan masih punya orang tua.
  3. Tipe 3: anak jalanan yang benar-benar hidup dijalan, sudah tidak punya orang tua dan tidak punya rumah.

Kehidupan merekapun sering bersinggungan bahkan bertentangan dengan ketertiban. Kondisi ini sangat memperihatinkan, apalagi dilihat dari kehidupan yang dialami oleh anak jalanan yang identik dengan kekerasan, kumuh dan tidak sehat adalah sudut kehidupan mereka saat ini. Menurut Yusuf Rifda selaku staf rehabilitasi sosial Dinas Sosial Kota Bandar Lampung keberadaan anak jalanan dengan kehidupannya berdampak bagi diri anak jalanan, masyarakat dan bangsa dan negara. Dampak bagi dirinya sendiri seperti anak jalanan sering mengalami eksploitasi baik oleh preman maupun orang tua anak jalanan tersebut, anak jalanan rawan terhadap tindak kekerasan, rawan terhadap pemerasan, rawan terhadap kecelakaan lalu lintas, rawan terhadap pelecehan seksual, rawan melakukan seks bebas yang berakibat kehamilan diluar nikah, rawan penyakit menular seksusal, rawan menggunakan narkoba, yang mengakibatkan tumbuh kembang anak tidak bisa berlangsung dengan wajar baik fisik maupun psikis.

Dampak bagi masyarakat seperti mengganggu ketertiban dan keamanan masyarakat, merusak keindahan kota, dsb. Kemudian dampak bagi bangsa dan negara antara lain terhambatnya penerus bangsa generasi muda karena jawaban negara kita puluhan tahun kedepan adalah generasi muda saat ini, tingginya tingkat ekonomi yang digunakan untuk anggaran pembinaan rehabilitasi sosial bagi anak jalanan. Keberadaan anak penyandang masalah sosial ini sepantasnya mendapatkan perhatian baik dari pemerintah maupun non pemerintah. Hal ini tidak berlebihan mengingat masa depan mereka yang juga bagian dari masa depan bangsa sebab mereka bagian dari penerus bangsa.
Menurut Fanggidae (1993:124) faktor pendorong munculnya fenomena anak jalanan juga dipengaruhi oleh potensi dan keterampilan anak pada umumnya tidak memadai ketimbang keahlian untuk tuntutan pekerjaan yang bergerak di  sektor modern, sedangkan anak dari kondisi keluarga yang kurang mampu sangat ingin mempunyai penghasilan, apapun jenis pekerjaannya sekalipun jumlah yang diperoleh tidak menentu. Ini tuntutan yang sangat logis, karena keterampilan teknis tertentu yang senantiasa dituntut dalam bidang pekerjaan, tidak dimiliki anak. Apalagi didukung dengan keluarga yang tidak mampu, dengan tanggungan jiwa banyak, sehingga distribusi pengeluaran kurang memperhitungkan kepentingan anak. Terbukti alokasi biaya pendidikan anak kurang diperhatikan. Bahkan orang tua menganjurkan anak menekuni pekerjaan sebagai anak jalanan dan membantu perekonomian keluarga dengan cara memberikan kepada anak modal awal berbentuk barang dagangan atau sejumlah uang kecil.

Adapun faktor yang mempegaruhi munculnya anak jalanan menurut Saparinah (1977:86) dapat dibedakan menjadi dua faktor, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor intern terdiri dari; sifat malas, tidak mau bekerja, mental yang tidak kuat, cacat fisik, dan cacat psikis. Sedangkan faktor eksternal atau faktor yang berasal dari luar diantaranya:

  1. Faktor ekonomi, kurangnya lapangan pekerjaan. Kemiskinan merupakan faktor penyebab utama terlantarnya anak-anak akibat rendahnya pendapatan perkapita dan tidak tercukupnya kebutuhan hidup, ini akan menambah pengangguran dalam masyarakat yang menuntut anak-anak untuk ikut bekerja dalam mencari nafkah bagi keluarga.
  2. Faktor geografis daerah asal tandus sehingga tidak memungkinkan pengolahan tanahnya dan ini mengakibatkan transmigrasi.
  3. Faktor sosial, urbanisasi yang semakin meningkat dan kurangnya partisipasi masyarakat dalam usaha kesejahteraan sosial.
  4. Faktor pendidikan, relatif rendahnya pendidikan yang menyebabkan kurangnya bekal hidup karena pengetahuan yang dimiliki.
  5. Faktor psikologis, perpecahan atau keretakan keutuhan persaudaraan dalam keluarga.
  6. Faktor kultural, pasrah kepada nasib dan adat istiadat yang merupakan hambatan dan rintangan mental.
  7. Faktor lingkungan, khususnya bagi gelandangan yang sudah berkeluarga atau mempunyai anak secara tidak langsung sudah nampak adanya pembibitan gelandangan.
  8. Faktor agama, kurangnya dasar agama, sehingga menyebabkan tipisnya iman yang membuat mereka tidaj tahan menghadapi cobaan dan tidak mau berusaha.
Jumlah anak jalanan di Kota Bandar Lampung, data terakhir sampai dengan tahun 2013, terdata sebanyak 100 anak jalanan, 201 anak balita terlantar, 535 anak terlantar, 25 gelandangan, dan 83 pengemis. Data tersebut merupakan data terakhir Pemerintah Kota Bandar Lampung sampai dengan tahun 2012 (Dinas Sosial Kota Bandar Lampung 2012).


Hal yang sangat memperihatinkan di suatu negara yang berlandaskan Pancasila dengan salah satu butirnya adalah “keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Sebagai landasan hukum lainnya adalah UUD 1945 pasal 34 yang berbunyi:”Fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh Negara”. Akan tetapi landasan yang begitu mendasar, ternyata belum dapat berbuat banyak untuk mengatasi permasalahan anak jalanan ini. Hal yang sangat penting dalam permasalahan ini adalah bagaimana implementasi kedua dasar tersebut di lapangan. Dari sisi sosial masyarakatpun, tidak sedikit lembaga yang turut mengangkat permasalahan ini untuk diatasi. Adapun hambatan yang dihadapi Dinas Sosial Kota Bandar Lampung diantaranya; Dinas Sosial Kota Bandar Lampung tidak mempunyai panti terpadu, selama ini Dinas Sosial menjalin kerjasama dengan Yayasan Bina Laras dalam memberikan pembinaan kepada anak jalanan; anggaran yang diberikan kepada Dinas Sosial Kota Bandar Lampung dalam penyelasaian masalah anak jalanan dapat dikatakan kurang memenuhi target yang ingin dicapai; dan anak jalanan yang berpindah-pindah dari satu kota kekota lain.

Pola pembinaan yang dilakukan oleh Dinas Sosial Kota Bandar Lampung selama ini mengacu pada Perda No. 3 Tahun 2010 tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, dan Pengemis namun masih pada tahap pembinaan. Tahap pembinaan yang dimaksud dalam hal ini adalah pemberian peringatan kepada anak jalanan dan orang tuanya berupa surat peringatan. Anak jalanan yang berasal dari Kota Bandar Lampung akan dikembalikan kepada orang tuanya dengan menyertai surat pernyataan, sedangkan anak jalanan yang berasal dari luar Kota Bandar Lampung akan diberikan rehabilitasi panti di Yayasan Bina Laras berdasarkan MOU yang telah disepakati bersama.

Peran Dinas Sosial dalam menanggulangi anak jalanan di Kota Bandar Lampung adalah menjalankan Perda No. 3 Tahun 2010 serta sebagai monitoring. Menjalankan Perda yang dimaksud adalah dengan mengadakan penjaringan (razia) terhadap anak jalanan dan apabila anak jalanan tersebut sudah mendapatkan bantuan maka bantuan tersebut akan dicabut. Monitoring dilakukan dengan patroli di tempat umum yang dilakukan oleh Dinas Sosial Kota Bandar Lampung.

Permasalahan anak jalanan merupakan masalah pemerintah daerah yang kewenangannya terdapat pada Dinas Sosial Kota Bandar lampung. Dikutip dari buku Otonomi Daerah oleh Yudhoyono Bambang (2003:19) yang menyatakan bahwa melalui pelimpahan wewenang pemerintah pada tingkat bawah diberi kesepakatan untuk mengambil inisiatif dan mengembangkan kreativitas, mencari solusi terbaik atas setiap permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan tugas sehari-hari. Menurut Sembiring yang dikutip dalam bukunya Budaya dan Kinerja Organisasi (2012:3) mengatakan bahwa otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dengan kata lain disini Dinas Sosial memiliki wewenang dalam mengatasi permasalahan sosial di Kota Bandar Lampung.

Lebih lanjut Pemerintah Daerah juga telah menetapkan Peraturan Daerah No. 3 Tahun 2010 tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan dan Pengemis. Hal tersebut menunjukan keseriusan pemerintah daerah untuk mengatasi anak jalanan dan sejauh mana pemerintah dapat memberikan pembinaan terhadap anak yang bermasalah sebagai bagian dari masyarakat. Pembinaan yang dimaksudkan adalah segala upaya atau kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah dan/atau masyarakat untuk mengatasi masalah anak jalanan, gelandangan, pengemis, dan keluarganya supaya dapat hidup dan mencari nafkah dengan tetap mengutamakan hak-hak dasar bagi kemanusiaan.

Pembinaan terhadap anak jalanan, pemerintah maupun pihak swasta harus benar-benar mampu memilih prioritas yang tepat. Hal ini penting karena anak jalanan cenderung memiliki kekurangan daripada masyarakat secara luas. “Dilain pihak mereka adalah anak bangsa yang pasti akan ikut mengisi kehidupan bernegara seperti anak-anak yang lain. Begitupun dengan fenomena anak jalanan di Kota Bandar Lampung, anak jalanan telah menjadi hal yang mendapatkan perhatian khusus bagi pemerintah. Pemerintah bahkan telah mengadakan penjagaan khusus yang melibatkan Polisi Pamong Praja dan Dinas Sosial Kota Bandar Lampung di lokasi-lokasi tempat mangkal anak jalanan. Langkah pemerintah Kota ini tidak serta merta diadakkan tetapi menyikapi banyaknya masalah akibat ulah anak jalanan ini, mengganggu ketertiban umum adalah kesalahan terbesar yang dilakukan” (Radar Lampung edisi 5 Februari 2006 dalam skripsi Ahmad Irwan).

Berdasarkan uraian diatas hubungan penelitian penulis dengan kajian Ilmu Pemerintahan adalah mengenai manajemen pemerintahan yaitu dalam fungsi pelayanan pemerintah terhadap masyarakat yang mengalami masalah sosial di Kota Bandar Lampung dan penulis tertarik untuk mengkaji tentang Pola Pembinaan Dinas Sosial Dalam Menaggulangi Anak Jalanan di Kota Bandar Lampung.