Pada umumnya perusahaan yang go public memanfaatkan keberadaan pasar modal sebagai sarana untuk mendapatkan sumber dana atau alternatif pembiayaan. Adanya pasar modal dapat dijadikan sebagai alat untuk merefleksikan kinerja dan kondisi keuangan perusahaan. Pasar akan merespon positif melalui peningkatan harga saham perusahaan jika kondisi keuangan dan kinerja perusahaan bagus. Para investor dan kreditur sebelum menanamkan dananya pada suatu perusahaan akan selalu melihat terlebih dahulu kondisi keuangan perusahaan tersebut apakah mengalami kesulitan keuangan atau tidak. Oleh karena itu, analisis dan prediksi atas kondisi keuangan suatu perusahaan adalah sangat penting (Atmini, 2005).
Weston (1993: 226) menyatakan bahwa rasio keuangan berguna untuk memprediksi kesulitan keuangan perusahaan. Analisis dan interprestasi bermacam rasio tersebut dapat memberikan pandangan tentang kondisi keuangan dan prestasi perusahaan. Apabila hasil perhitungan dari rasio-rasio tersebut menunjukkan hasil yang baik bisa dikatakan bahwa kinerja perusahaan tersebut juga baik, ( going concern ) dan sebaliknya apabila hasil perhitungan menunjukkan hasil yang kurang baik maka kinerja perusahaan kurang baik pula sehingga dapat mengalami kebangkrutan
Analisis rasio pada perkembangannya mempunyai kendala dan keterbatasan dimana setiap rasio dianalisis secara terpisah. Pengaruh gabungan beberapa rasio hanya berdasarkan pertimbangan para analis keuangan (Weston, 1993:163). Untuk mengatasi masalah tersebut, beberapa peneliti mengembangkan suatu model prediksi sebagai kombinasi dari berbagai rasio guna menjawab kekurangan dari analisis keuangan dengan teknik regresi dan analisis diskriminan. Beberapa peneliti tersebut adalah Altman dan Springate. Altman menggunakan lima jenis rasio keuangan dalam model analisis multiple discriminant-nya yaitu working capital to total asset, retained earning to total asset, earning before interest and taxes to total asset, market value of equity to book value of total debts, dan sales to total asset. Sedangkan Springate dalam penelitiannya juga mengembangkan model analisis multiple discriminant yang menggunakan 4 jenis rasio keuangan yaitu working capital to total asset, net profit before interest and taxes to total asset, net profit before taxes to current liabilities, dan sales to total asset. (Hadi, 2008:4-6). Bila dilihat dari rasio-rasio keuangan yang digunakan oleh Altman dan Springate terdapat beberapa kesamaan yaitu pada rasio working capital to total asset, net profit before interest and taxes to total asset, dan sales to total asset. Sedangkan perbedaannya Altman menambahkan rasio retained earning to total asset dan market value of equity to book value of total debts. Sedangkan Springate hanya menambahkan rasio net profit before taxes to current liabilities.
Altman menggunakan rasio retained earning to total asset untuk mengukur besarnya kemampuan suatu perusahaan dalam memperoleh keuntungan, ditinjau dari kemampuan perusahaan yang bersangkutan dalam memperoleh laba dibandingkan dengan kecepatan perputaran operating assets sebagai ukuran efisiensi usaha. Menurut Widiastuti (2008:35), semakin besar rasio ini maka semakin produktif aktiva perusahaan dalam menghasilkan saldo laba. Umur perusahaan berpengaruh terhadap rasio tersebut karena semakin lama perusahaan beroperasi memungkinkan untuk memperlancar akumulasi saldo laba.
Altman juga menghitung rasio market value of equity to book value of total debts mengukur kemampuan perusahaan dalam memberikan jaminan kepada setiap utangnya melalui modal sendiri yang berasal dari nilai kapitalisasi pasar saham yang diperolehnya. Menurut Widiastuti (2008:36), semakin besar rasio ini maka semakin memberikan kenyamanan bagi para investor atas dana investasinya. Sedangkan Springate melihat rasio net profit before taxes to current liabilities untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam mengendalikan hutang lancarnya dari laba sebelum pajaknya.
Menurut Widiastuti (2008:37), semakin besar rasio ini menunjukkan kemampuan pengendalian hutang lancar oleh perusahaan yang semakin baik. Penelitian tentang kinerja perusahaan dengan salah satu model di atas telah banyak dilakukan dengan, namun penelitian perbandingan kedua model tersebut masih sangat terbatas. Di sisi lain, kedua model tersebut memiliki perbedaan tingkat ketepatan prediksi. Hasil studi Altman mampu memperoleh tingkat ketepatan prediksi sebesar 95 persen, sedangkan model Springate dapat digunakan untuk memprediksi kebangkrutan dengan tingkat keakuratan 92,5%. (Hadi, 2008:5-6).
Berdasarkan hal tersebut maka peneliti tertarik untuk menganalisis lebih dalam kedua model ini dan mengambil judul “ANALISIS KETEPATAN PREDIKSI KEBANGKRUTAN PERUSAHAAN ( PERBANDINGAN ANTARA MODEL ALTMAN DAN MODEL SPRINGATE )”.
Kamis, 16 April 2015
Skripsi Akuntansi