Sekolah sebagai lembaga formal merupakan sarana dalam rangka pencapaian fungsi pendidikan tersebut. Melalui pembelajaran di sekolah, siswa belajar berbagai macam hal yang bersifat merubah tingkah laku siswa kearah lebih baik
melalui pengetahuan dan pengalaman. Siswa memandang sekolah sebagai lembaga yang dapat mewujudkan cita-cita mereka, sementara orang tua menaruh harapan kepada sekolah untuk dapat mendidik anak agar menjadi orang yang pintar, terampil dan berakhlak mulia. Dalam pendidikan formal, belajar menunjukkan adanya perubahan yang sifatnya positif sehingga pada tahap akhir akan didapat keterampilan, kecakapan dan pengetahuan baru. Hasil dari proses belajar tersebut tercermin dalam prestasi belajarnya walaupun pada dasarnya tujuan pembelajaran adalah perubahan tingkah laku siswa.
Proses belajar yang terjadi pada individu memang merupakan sesuatu yang penting, karena melalui belajar individu mengenal lingkungannya dan menyesuaikan diri dengan lingkungan disekitarnya. Sardiman (2001 : 20) mengemukakan bahwa belajar merupakan perubahan tingkah laku atau penampilan, dengan serangkaian kegiatan misalnya dengan membaca, mengamati, mendengarkan, meniru dan lain sebagainya. Dari pengertian di atas belajar merupakan proses agar siswa dapat mewujudkan cita-cita yang diharapkan.
Suatu proses interaksi yang mempengaruhi siswa dalam mendorong terjadinya belajar disebut pembelajaran. Keberhasilan dalam pembelajaran dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal berasal dari lingkungan, teman, keluarga, tenaga pendidik, dan metode pembelajaran. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri siswa seperti motivasi, minat, perhatian, dan aktivitas siswa.
Dikatakan bahwa prestasi belajar sangat dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal yang telah diuraikan di atas. Djamarah (2000: 120) mengemukakan suatu proses belajar dikatakan berhasil jika:
- Daya serap terhadap bahan pengajaran yang diajarkan mencapai prestasi tinggi, baik secara individual maupun kelompok.
- Perilaku yang digariskan dalam tujuan pengajaran instruksional khusus (TIK) telah dicapai oleh siswa, baik secara individual maupun kelompok.
Selanjutnya menurut (Winkel 1996:72) prestasi belajar merupakan salah satu bukti yang menunjukkan kemampuan atau keberhasilan seseorang yang melakukan proses belajar sesuai dengan bobot atau nilai yang berhasil diraihnya.
Prestasi belajar dan proses belajar adalah satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Karena prestasi belajar pada hakikatnya adalah hasil akhir dari sebuh proses belajar. Untuk mengetahui prestasi belajar seorang peserta didik biasanya dilakukan evaluasi terhadap materi belajar yang telah diberikan
Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) No 12 Tahun 2007 yang dikutip Dirjen Peningkatan Mutu Pendidik Dan Tenaga Kependidikan (Kriteria dan Indikator Keberhasilan Pembelajaran, 2008: 4-5) disebutkan bahwa:
Secara umum kriteria keberhasilan pembelajaran adalah:
- Keberhasilan siswa menyelesaikan serangkaian tes, baik tes formatif, tes sumatif, maupun tes ketrampilan yang mencapai tingkat keberhasilan rata-rata 60%;
- Setiap keberhasilan tersebut dihubungkan dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang ditetapkan oleh kurikulum, tingkat ketercapaian kompetensi ini ideal 75%; dan ketercapaian keterampilan
- Vokasional atau praktik bergantung pada tingkat resiko dan tingkat kesulitan. Ditetapkan idealnya sebesar 75 %. Pengukuran tingkat keberhasilan proses pembelajaran sangat penting. Sedangkan kriteria ketuntasan belajar setiap indikator yang telah ditetapkan dalam suatu kompetensi dasar berkisar antara 0% - 100%. Kriteria ideal untuk masing-masing indikator lebih besar dari 75%.
Idealnya, kriteria pencapaian kompetensi yang ditetapkan adalah minimal 75% dari nilai maksimal. Sebagai contoh, apabila nilai maksimal dalam suatu evaluasi pembelajaran adalah 100 maka nilai minimal yang harus diperoleh siswa untuk lulus adalah 75. Namun, penetapan tersebut bisa berubah disesuaikan dengan kondisi sekolah, seperti kemampuan siswa dan guru serta ketersediaan prasarana dan sarana. Untuk di SMP Negeri 1 Pagelaran, kriteria keberhasilan belajar untuk mata pelajaran PKn kelas VII adalah 65. Jadi, siswa yang mendapat nilai kurang dari 65 dinyatakan belum tuntas dan wajib mengikuti remedial agar tuntas. Penetapan ini telah disesuaikan dengan situasi dan kondisi sekolah serta kemampuan siswa.
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa rata-rata nilai PKn pada ujian mid semester adalah 45,65 dan yang mendapat nilai PKn lebih besar atau sama dengan 65,00 hanya 26,32%. Nilai persentase tersebut masih jauh di bawah standar ketuntasan yang ditetapkan pihak sekolah terhadap pelajaran PKn, yaitu 65,00 dengan persentase 60%. Dari data tersebut, dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar mata pelajaran PKn pada siswa kelas VII.2 di SMP Negeri 1 Pagelaran masih rendah.
Selanjutnya berdasarkan hasil observasi awal yang dilakukan oleh peneliti, dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar siswa kelas VII.2 SMP Negeri 1 Pagelaran masih rendah. Telah dijelaskan sebelumnya bahwa terdapat faktor-fakor yang menyebabkan rendahnya prestasi belajar siswa. Salah satu faktor yang diduga berpengaruh yaitu guru masih menggunakan metode dan model pembelajaran yang bersifat konvensional.
Rendahnya prestasi belajar yang terjadi ini diduga disebabkan oleh model pembelajaran yang diterapkan guru kebanyakan menggunakan metode ceramah dan jarang menggunakan model pembelajaran yang lainnya. Proses pembelajarannya dimulai dari guru menjelaskan materi pelajaran di depan kelas, memberikan contoh soal, latihan soal, dan diakhiri dengan pemberian pekerjaan rumah (PR). Dalam proses pembelajaran di kelas didominasi oleh guru sehingga siswa kurang berperan aktif dalam proses pembelajaran. Pada saat guru menyampaikan materi pelajaran, sebagian siswa hanya mendengarkan saja. Siswa mau bertanya kepada guru jika diberi stimulus. Siswa juga belum dibiasakan untuk mencari ilmu dengan usahanya sendiri. Hal ini menunjukkan bahwa faktor- faktor di atas yang menyebabkan prestasi belajar siswa Kelas VII.2 Semester Genap di SMP Negeri 1 Pagelaran masih rendah.
Memilih model pembelajaran yang tepat adalah salah satu langkah yang diambil oleh guru dalam upaya meningkatkan prestasi belajar siswa. Selain itu, pemilihan model yang tepat dalam pembelajaran merupakan imbas dari perubahan kurikulum. Perubahan kurikulum menuntut guru untuk melakukan perubahan dan inovasi dalam pembelajarannya di kelas seperti penggunaan pendekatan belajar, model pembelajaran dan metode mengajar. Guru yang dahulu menerapkan model pembelajaran secara konvensional yang berpusat pada guru dituntut untuk melakukan perubahan dalam pembelajarannya dengan menggunakan model pembelajaran yang lebih mengutamakan keaktifan siswanya.
Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation adalah merupakan salah satu dari beberapa pendekatan pembelajaran yang dapat merubah cara pembelajaran yang konvensional. Dimana dalam pendekatan ini tidak hanya menuntut guru yang banyak berkreatifitas, tetapi justru menuntut siswa yang banyak melakukan aktivitas dalam proses pembelajaran.
Model Group Investigation dapat juga dilakukan dalam pembelajaran pendidikan kewarganegaraan karena pelajaran tersebut tidak lagi memuat materi yang bersifat normatif, melainkan sudah berupa konsep, dengan harapan melalui model Group Investigation peserta didik akan dapat meningkatkan hasil belajarnya. Berdasarkan latar belakang inilah penulis tertarik untuk melakukan penelitian ini.