Skripsi PPKN-PENGGUNAAN METODE PEMBELAJARAN TIPE JIGSAW UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN PKn SISWA KELAS VIII

Pendidikan itu merupakan usaha sadar dan terencana yang artinya bahwa pendidikan di Indonesia ini merupakan hasil pemikiran dan pengkajian yang sangat mendalam dengan pertimbangan nurani dan rasio yang sehat serta direncanakan secara matang sehingga dapat menghasilkan output pendidikan yang benar-benar berkompetensi, berkualitas secara akal dan akhlak yaitu kreatif, inovatif, aktif dan adaptif. Seperti yang tercantum di dalam Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menyatakan bahwa : Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan negara.

Konsep pendidikan yang ada di dalam Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tersebut, apabila tercapai akan sangat luar biasa sekali bagi perkembangan dan paradigma baru pendidikan di Indonesia. Hanya saja konsep pendidikan yang luar biasa tersebut dapat saja menjadi konsep normatif saja apabila pelaksanaannya tidak melihat realita di lapangan dan kondisi peserta didik di sekolah-sekolah.

Pembangunan pendidikan khususnya pembaruan sistem pendidikan nasional tidak terlepas dari dua masalah yang mendasar yaitu : masalah kualitas dan masalah kuantitas pendidikan. Kedua masalah tersebut merupakan dilema yang sangat sulit diatasi serta ditangani secara simultan, karena setiap upaya peningkatan kualitas masalah kuantitas terabaikan demikian sebaliknya. Meskipun demikian berbagai upaya dilaksanakan oleh pemerintah tanpa henti untuk meningkatkan kualitas serta kuantitas pendidikan. Usaha-usaha yang dilaksanakan oleh pemerintah untuk menanggulangi masalah tersebut di atas antara lain:

  1. Pembaharuan kurikulum, proses belajar mengaiar, pningkatan kualitas guru, pengadaan sarana-sarana dan prasarana belajar mengajar, penyempurnaan sistem pendidikan, penataan nilai organisasi dan manajemen pendidikan yang diarahkan pada peningkatan kualitas pendidikan.
  2. Peningkatan segi kuantitas antara lain : peningkatan wajib belajar, sistem pengajaran jarak jauh. sekolah menengah terbuka, pembudayaan gerakan orang tua asuh, peningkatan program kejar paket A dan kejar paket B, dan sebagainya.

Meningkatkan kualitas pendidikan yang lebih utama adalah dilakukan dengan jalan peningkatan kegiatan proses belajar mengajar yang merupakan inti dari proses pendidikan sertra sangat menentukan kualitas atau mutu suatu lulusan, oleh karenanya hal ini menjadi tugas serta tanggung jawab setiap orang khususnya yang berkecimpung dalam dunia pendidikan. Oleh karena itu maka guru sebagai motor penggerak khususnya dalam bidang pendidikan harus berupaya dengan segala kemampuannya untuk meningkatkan minat belajar siswa agar hasil yang dicapai mencerminkan peningkatan kualitas setiap tahun sehingga mutu kelulusan akan selalu meningkat.

Pendidikan dalam arti sempit diartikan sebagai bantuan kepada siswa terutama pada aspek moral atau budi pekerti, sedangkan pengajaran diartikan sebagai bantuan kepada anak didik dibatasi pada aspek intelektual dan keterampilan. Unsur utama dari pembelajaran adalah pengalaman anak sebagai seperangkat tindakan dan perilaku sehingga terjadi proses belajar. Dengan demikian pendidikan, pembelajaran dan pengajaran mempunyai hubungan yang konseptual yang tidak berbeda, kalau dicari perbedaannya pendidikan memiliki cakupan yang lebih luas yaitu mencakup baik pengajaran maupun pembelajaran, dan pengajaran merupakan bagian dari pembelajaran.

Pelaksanaan proses pembelajaran di kelas sering kali banyak ditemui hambatan yang dapat menghambat pencapaian tujuan pendidikan. Faktor penghambat ini dapat berasal dari siswa maupun dari guru. Sedangkan faktor penghambat kegiatan proses belajar mengajar yang berasal dari guru adalah:

  1. Penentuan tujuan pengajaran yang kurang sesuai
  2. Penggunaan metode pengajaran yang kurang sesuai
  3. Pemilihan alat peraga (media) yang kurang sesuai
  4. Penyusunan alat evaluasi yang kurang sesuai.

Apabila guru kurang mampu dan kurang tepat dalam merumuskan tujuan pembelajaran, penggunaan metode, pemilihan alat peraga dan penyusunan alat evaluasi, maka pelaksanaan kegiatan belajar mengajar kurang baik tidak akan mencapai hasil yang optimal. Hal ini sesuai dengan pendapat Winarno Surachmad (1986:60), bahwa seorang guru di dalam melaksanakan tugas mengajar harus memperhatikan fase yaitu:

  1. setiap guru menetapkan dan merumuskan tujuan pengajaran yang akan di capai dari waktu kewaktu
  2. setiap guru memilih dan melaksanakan metode mengajar dengan memperhitungkan kewajaran metode tersebut dibandingkan dengan metode-metode lainnya.
  3. Setiap guru memiliki keterampilan menghasilkan dan mempergunakan alat-alat pembantu pengajar untuk memungkinkan tercapainya tujuan dengan sebaik-baiknya,
  4. Setiap guru memiliki pengetahuan dan keterampilan/ kemampuan yang praktis untuk menilai hasil pengajaran baik dari sudut murid maupun dari sudut guru itu sendiri

Fase-fase di atas, merupakan fase-fase yang penting dan yang perlu dimiliki dan dilaksanakan oleh guru dalam mengajar. Akan tetapi dalam kenyataannya fase-fase diatas merupakan faktor-faktor penghambat pelalaanaan tugas guru di dalam mengajar Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) di sekolah, sehingga akan mempengaruhi perhatian siswa terhadap pelajaranyang diberikan guru.
Proses belajar yang terjadi pada individu memang merupakan sesuatu yang penting karena melalui belajar individu mengenal lingkungannya dan menyesuaikan diri dengan lingkungan disekitarnya. Sardiman (2001:20) mengemukakan bahwa belajar merupakan perubahan tingkah laku atau penampilan dengan serangkaian kegiatan misalnya dengan membaca, mengamati, mendengarkan, meniru dan lain sebagainya. Dari pengertian belajar ini maka siswa dapat mewujudkan cita-cita yang diharapkan.

Suatu proses interaksi yang mempengaruhi siswa dalam mendorong terjadinya belajar disebut pembelajaran. Keberhasilan dalam pembelajaran dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal berasal dari lingkungan, teman, keluarga, tenaga pendidik, dan metode pembelajaran. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri siswa seperti motivasi, minat perhatian, dan aktivitas siswa.

Rendahnya hasil belajar yang terjadi ini dapat disebabkan oleh model pembelajaran yang diterapkan guru kebanyakan menggunakan metode ekspositori dan jarang menggunakan model pembelajaran yang lainnya. Proses pembelajarannya dimulai dari guru menjelaskan materi pelajaran di depan kelas, memberikan contoh soal, latihan soal, dan diakhiri dengan pemberian pekerjaan rumah (PR). Dalam proses belajar mengajar, kegiatan pembelajaran di kelas didominasi.oleh guru sehingga siswa kurang berperan aktif dalam proses pembelajaran. pada saat guru menyampaikan materi pelajaran, sebagian siswa hanya mendengarkan saja. Siswa mau bertanya kepada guru jika diberi stimulus, siswa juga belum dibiasakan untuk mencari ilmu dengan usahanya sendiri.

Menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) No 12 Tahun 2007 yang dikutip Dirjen Peningkatan Mutu Pendidik Dan Tenaga Kependidikan (Kriteria dan Indikator Keberhasilan Pembelajaran, 2008: 4-5) disebutkan bahwa: secara umum kriteria keberhasilan pembelajaran adalah:

  1. Keberhasilan siswa menyelesaikan serangkaian tes, baik tes formatif, tes sumatil maupun tes ketrampilan yang mencapai tingkat keberhasilan rata-rata 60%
  2. setiap keberhasilan tersebut dihubungkan dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang ditetapkan oleh kurikulum, tingkat ketercapaian kompetensi ini ideal 75%; dan ketercapaian keterampilan
  3. Vokasional atau praktik bergantung pada tingkat resiko dan tingkat kesulitan. Ditetapkan idealnya sebesar 75 %. Pengukuran tingkat keberhasilan proses pembelajaran sangat penting. Sedangkan kriteria ketuntasan belajar setiap indikator yang telah ditetapkan dalam suatu kompetensi dasar berkisar antara 0% - 100%. Kriteria ideal untuk masing-masing indikator lebih besar dan75%. Namun sekolah dapat menetapkan kriteria atau tingkat pencapaian indikator, tetapi dengan pertimbangan-pertimbangan tertentu satuan pendidikan dapat menetapkan kriteria ketuntasan minimal dibawali 75 %. Penetapan itu disesuaikan dengan kondisi sekolah.

Idealnya, kriteria pencapaian kompetensi yang ditetapkan adalah minimal 75% dari nilai maksimal. Sebagai contoh, apabila nilai maksimal dalam suatu evaluasi pembelajaran adalah 100 maka nilai minimal yang harus diperoleh siswa untuk lulus adalah 75. Namun, penetapan tersebut bisa berubah disesuaikan dengan kondisi sekolah, seperti kemampuan siswa dan guru serta ketersediaan sarana dan prasarana. Untuk di SMP Arjuna kota Bandar Lampung, kriteria keberhasilan belajar untuk mata pelajaran PKn kelas VIII adalah 75. Jadi, siswa yang mendapat nilai kurang dan 75 dinyatakan tidak lulus dan wajib mengikuti remedial. Penetapan ini telah disesuaikan dengan situasi dan kondisi sekolah serta kemampuan siswa.

Memilih model pembelajaran yang tepat adalah salah satu langkah yang diambil oleh guru dalam meningkatkan hasil belajar siswa. Selain itu, pemilihan yang tepat dalam model pembelajaran merupakan imbas dari perubahan kurikulum. Perubahan kurikulum menuntut guru untuk melakukan perubahan dan inovasi dalam pembelajarannya di kelas seperti penggunaan pendekatan belajar, model pembelajaran dan metode mengajar. Guru yang dahulu menerapkan model pembelajaran secara tradisional yang berpusat pada guru dituntut untuk melakukan perubahan dalam pembelajarannya dengan menggunakan model pembelajaran yang lebih mengutamakan keaktifan siswanya.

Berdasarkan hasil ulangan harian PKn di kelas VIII B SMP Arjuna Bandar Lampung pada Stándar Kompetensi Memahami Pelaksanaan Demokrasi Dalam Berbagai Aspek Kehidupan, dapat diketahui hasil belajar siswa dalam Pembelajaran PKn masih rendah, hal ini terlihat seperti pada tabel di bawah ini Berdasarkan data hasil observasi dan test tersebut di atas menunjukkan bahwa hasil belajar PKn siswa kelas VIII B semester genap Tahun Pelajaran 2010-2011 SMP Arjuna Bandar Lampung masih rendah karena belum mencapai kriteria ketuntasan belajar yang telah ditetapkan dan daya serap rata-rata angka 75 %”, karena siswa dianggap berhasil dalam belajar apabila suatu kelas telah tuntas belajar bila telah mencapai daya serap rata-rata angka 75 %.

Berdasarkan kenyataan di atas, yaitu rendahnya hasil belajar PKn siswa kelas VIII B SMP Arjuna Bandar Lampung, maka penulis menganggap perlu melakukan penelitian tindakan kelas di SMP Arjuna Bandar Lampung guna meningkatkan kualitas pembelajaran dan hasil belajar mata pelajaran PKn di SMP Arjuna Bandar Lampung dengan memfokuskan penelitian ini pada penggunaan metode pembelajaran tipe jigsaw untuk meningkatkan hasil belajar mata pelajaran PKn siswa kelas VIII B semester 1 di SMP Arjuna Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2011-2012.